Hits: 96

Meylinda Pangestika Gunawan

“Tidak setiap orangtua memberi petunjuk agar anak-anaknya mampu memilih jalan bagi dirinya. Jalan hidup merupakan pilihan pribadi.” – Ompu Langit

Pijar, Medan. Ashadi Siregar merupakan penulis kelahiran Pematang Siantar, 3 Juli 1945. Dunia sastra bukanlah hal yang asing bagi Ashadi Siregar. Selama 75 tahun hidupnya, Ashadi sudah menerbitkan 12 novel. Setelah hiatus selama 30 tahun, akhirnya tahun 2018 Ashadi Siregar menerbitkan sebuah novel yang berjudul “Menolak Ayah”.

“Ini bukan sebuah epos dari perjuangan di masa PRRI. Hanya kisah anak Batak yang melata hingga ke Jakarta. Tatkala seorang laki-laki mengabaikan istrinya, hanya meninggalkan penderitaan bagi perempuan, pantaskah dia menjadi seorang ayah? Ingatan pada ibu adalah sumber daya cinta. Perempuan adalah semesta kasih bagi Tondinihuta.”

Paragraf di atas merupakan sinopsis dalam novel Menolak Ayah. Novel ini memiliki latar waktu ketika pemberontakan PRRI terjadi. Menceritakan tentang kisah seorang pemuda Batak, Tondinihuta yang sedang hidup dalam kemelut kehidupan yang tak berujung. Hanya hidup bersama sang ibu dan Ompu Langit, seorang mantan ulubalang Raja Sisingamangaraja XII.

Mengapa Tondi hanya bersama ibu dan ompunya? Dimana sosok ayahnya? Jawabannya adalah ayahnya tidak ada. Begitu anggapan Tondi. Ayahnya yang meninggalkan keluarganya, dengan merantau ke Kota Jakarta dan membuat Tondi tidak mengharapkan sosok ayahnya akan kembali.

“Sejak merantau, dia tak pernah memberi kabar dan tidak pernah pulang mengunjungi ayahnya. Ada yang pernah ketemu dengannya di pesisir timur, dia sudah tidak menggunakan marganya. Dia mengaku sebagai orang Melayu. Menghapus marga dari namanya. …  memutus rantai dengan nenek moyang, perbuatan yang sangat terkutuk bagi orang Batak! … Bagaimana mungkin anak seorang Datu Bolon menghapus marganya?” (hal. 39).

Novel ini tidak hanya bercerita tentang anak yang menolak ayahnya, tetapi menolak segala sesuatu yang ada seperti, suku, marga, keyakinan, dan tentang menolak hal lainnya. Bukan termasuk bacaan yang ringan, tetapi Ashadi Siregar berhasil mengemasnya dengan apik. Hal ini dibantu dengan penggunaan sudut pandang orang ketiga dan gaya bahasa yang pas sehingga membantu pembaca dalam mencerna cerita.

Bercerita tentang sejarah Indonesia dari sudut pandang sastra, kebudayaan, seksualitas, pemberontakan daerah, dan mitos-mitos kuno Batak membuat novel ini ditujukan bagi mereka yang berusia 17+. Tidak seperti kebanyakan novel pada umumnya yang ketika dibaca, pembaca akan melewati begitu saja beberapa halaman hingga dapat menerka bagaimana cerita selanjutnya. Akan tetapi, dalam novel ini setiap bacaan dalam novel perlu lah dibaca dan tidak dapat dilewati.

Novel yang mengambil latar kebudayaan Batak akan membuat mereka yang tidak memiliki pengetahuan mengenai suku Batak akan tertarik dan menganggap sumber pengetahuan yang dikemas secara apik. Tetapi bagi mereka yang berasal dari suku Batak, mereka akan merasa bahwa cerita dalam novel berjalan dengan lambat. Bahkan, akan menimbulkan pertanyaan dan protes.

Suku Batak termasuk suku yang memiliki adat kebudayaan yang paling kompleks dan relatif ketat. Hal ini ditunjukkan dalam novel Menolak Ayah yang banyak menceritakan secara detail soal Habatahon (hukum dan adat istiadat Batak). Gampangnya, pemuda-pemudi suku Batak akan selalu terikat dengan yang namanya marga.

Sesuai dengan tema yang mengangkat tentang budaya Batak, dalam novel ini juga tersebar bahasa Batak yang akan sulit dipahami oleh mereka yang berada di luar Batak. Akan tetapi, Ashadi Siregar tidak akan mengecewakan pembacanya. Diakhir halaman novel, Ashadi Siregar membuat glosarium bahasa Batak.

Tidak hanya berbicara mengenai budaya Batak, novel ini juga berisi kritik pemerintah pada masa Soekarno. Bagaimana politikus-politikus zaman dahulu yang melakukan segala sesuatu demi kepentingannya sendiri. Hal ini juga terlihat dari beberapa oknum politikus zaman sekarang yang tidak ada bedanya dengan oknum polikus zaman dahulu.

Dalam novel ini kita diajarkan tentang manusia dan kemanusiaan. Bagaimana manusia melakukan sesuatu guna bertahan hidup dan bagaimana manusia melakukan kemanusiaan dalam perjalanan hidupnya.

(Editor: Lolita Wardah)

Leave a comment