Hits: 35

Hidayat Sikumbang

Pijar, Medan. Siapa yang tak kenal dengan Boy Candra? Penulis yang namanya meledak di pasaran lewat karya-karyanya yang menggugah perasaan lewat tulisan. Boy hadir sebagai pemateri dalam Seminar Kepenulisan Nasional yang diselenggarakan Lembaga Pers Mahasiswa Dinamika Universitas Islam Negeri Sumatra Utara (LPM Dinamika UINSU) pada Minggu, (13/10).

Seminar yang diselenggarakan di Aula Lantai 2 Kampus II UINSU ini dimulai pada pukul 8 pagi. Dalam acara ini, LPM Dinamika UINSU sekaligus memperkenalkan buku Selapik Seketiduran. Buku ini berisikan ungkapan hati sekaligus pengalaman-pengalaman para awak Dinamika.

“Seminar Kepenulisan Nasional ini adalah bagian dari serangkaian acara dalam PeNa Persma. PeNa Persma itu adalah Pelatihan Nasional Pers Mahasiswa, kegiatan UINSU. Dan kali ini, kita bisa mengundang dua penulis sekaligus. Ada Uda (sebutan Abang; dalam Bahasa Minang) Boy Candra, dan Kak Ahimsa Azaleav,” ucap Iin Prasetyo, ketua panitia.

Tarian Tujuh Etnis Sumatra Utara yang ditampilkan saat pembukaan Seminar Kepenulisan Nasional (13/10) Fotografer: Hidayat Sikumbang
Tarian Tujuh Etnis Sumatra Utara yang ditampilkan saat pembukaan Seminar Kepenulisan Nasional (13/10) (Fotografer: Hidayat Sikumbang)

Dalam seminar tersebut, Boy mengutuk keras setiap pembajakan buku yang beredar di pasaran. “Pernah ada yang bilang, kamu kalau mau pinter baca aja buku bajakan karena jauh lebih murah. No. Itu bukan cara pintar untuk pintar. Sekarang begini, kamu mau pintar tetapi cara kamu jadi untuk pintar itu sama sekali tidak pintar. Bagaimana?” ucap pria berdarah Minang ini.

Sebelumnya, Boy Candra pernah membagikan tweet lewat akun sosial media pribadinya, dua tahun lalu. Tepat pada tanggal 1 Agustus 2017 lewat Twitter, beliau menuliskan sebuah pesan yang berisikan, “Seorang remaja yang sering membeli buku bajakan akhirnya menerima balasan dari semesta; pasangannya dibajak oleh orang lain.”

Di samping rendahnya minat baca, pembajakan Buku juga menjadi permasalahan yang pelik di negeri ini. Selain Boy Candra, penulis sekelas Eka Kurniawan pernah mengeluhkan tentang pembajakan. “Akhir-akhir ini industri perbukuan terutama penerbit-penerbit kecil dan para penulis, menjerit dalam ketidakberdayaan menghadapi pembajakan buku,” ungkap Eka dalam akun Facebook miliknya.

Permasalahan pembajakan adalah masalah klasik dari tahun ke tahun. Untuk tahun ini saja, 12 penerbit di Jogja telah melaporkan pembajakan ini. Kerugian yang ditaksir pun tak tanggung-tanggung, pihak penerbit mengklaim telah rugi 60% dalam kurun waktu dua tahun. Selain penerbit, penulis pun turut serta menjadi korban akibat pembajakan ini.

“Sebenarnya, jangan salah paham dahulu. Kalau kita membeli buku yang bajakan, yang dirugikan bukan hanya penerbit. Ada penulis. Ada yang desainer grafis yang membuat halaman buku. Ada security. Masing-masing dari orang yang terlibat di satu buah buku akan merugi. Kalau sudah merugi, pasti tidak akan ada kelanjutan. Security akan dipecat, anaknya, istrinya akan susah makan,” ungkap Boy.

Seminar kali ini menjadi perhatian tersendiri bagi Mickyal Mashuri Lubis, salah satu peserta seminar yang berasal dari Universitas Riau. Micky, sapaan akrabnya mengakui sangat menyukai topik pembahasan dari seminar ini. “Seminar kali ini sangat bermanfaat bagi mahasiswa yang berkeinginan untuk menulis. Ada Boy Candra dan Ahimsa Azaleav. Mereka berdua juga mampu memotivasi seluruh peserta seminar agar bisa lebih bersemangat dalam menulis,” ungkapnya.

(Redaktur Tulisan: Widya Tri Utami)

Leave a comment