Hits: 191
Puspita Oktarinanda Azmi
Judul buku : Andai Aku Bisa Memilih
Penulis :Linda Foeng Widjaya
Design sampul : Antonius Yudi
Editor :Widya Saraswati
Tahun Terbit : 2014
Tebal buku :204 halaman
“Tidak ada sekolah menjadi orang tua. Tidak ada orangtua yang sempurna bagi anak-anaknya. Bagaimanapun juga di dalam ketidaksempurnaan itu ayah dan ibu adalah orangtua yang mencintai anak-anaknya dengan sempurna”.
Buku ini menceritakan kisah nyata kehidupan seorang anak sulung perempuan suku Tionghoa bernama Linda Foeng Widjaya. Ia merupakan Clinical Hypnoteraphist and License Trainer dari Adi W.Gunawan Institute of Mind Technology dan melanjutkan pembelajaran tentang Mind Technology ke Seattle,Washington, Amerika Serikat.
Linda adalah seorang anak yang lahir di era 60-an yang didalamnya banyak ketegangan dan perubahan drastis dengan adanya larangan atau keadaan menakutkan yang sulit diprediksi dan terjadi dalam kebijakan maupun peraturan pemerintah dalam aspek kultural, sosial dan relasional di tatanan horizontal. Ia lahir ditengah keluarga yang kental memegang budaya tradisional Tionghoa. Dalam era tersebut, ketika seorang ibu melahirkan anak pertama laki-laki merupakan suatu kebanggaan yang luar biasa namun tidak dengan anak perempuan. Linda adalah anak yang tidak diharapkan oleh ibunya.
Ketika ia mulai duduk di Sekolah Dasar, ia mulai mengerti tradisi pihak keluarga ibunya bahwa melahirkan anak sulung perempuan adalah hal yang memalukan dan merupakan mimpi yang buruk. Pihak ibu memilih untuk menukar tambah anak perempuan dengan laki-laki yang dijual oleh pedagang anak. Sedangkan dari pihak ayah biasanya memilih memberikan anak perempuannya untuk diadiopsi oleh keluarga yang tidak dikenal. Namun. ayah Linda memutuskan untuk tetap merawat Linda sebagai anaknya dan hal itu dilakukan dengan perjuangan yang keras.
Lahirlah adik kedua Linda yang juga perempuan dan begitupun dengan anak ketiganya tetap perempuan. Ibu Linda semakin sedih karena harus menanggung ejekan dari pihak keluarga dan yang lainnya. Ibu Linda disebut pabrik perempuan. Pada saat ketiga anak perempuan telah masuk ke tahap umur yang dapat dikatakan telah memahami keluarga, lahirlah anak keempat yang ditunggu-tunggu kehadirannya yaitu anak laki-laki. Ketika adik laki-lakinya lahir, Linda semakin terpukul karena sangat terlihat perbedaan kasih sayang yang diberikan kepadanya. Adiknya diberikan perhatian khusus dengan diberikan pembantu khusus untuk merawatnya, serta ketika adiknya ingin belajar bersepeda ketiga anak perempuan harus memastikan adik laki-lakinya aman, jika tidak yang akan disalahkan oleh ibu adalah anak perempuannya.
Perbedaan yang signifikan ini dirasakan oleh Linda sejak duduk dibangku sekolah dasar. Ibu hanya hadir di sekolahnya saat pendaftaran awal sekolah dan pengambilan rapot. Beban yang ia rasakan sejak kecil membuat luka besar di hati anak perempuan Tionghoa tersebut. Meskipun hal buruk yang terjadi di keluarga adalah kesalahan Linda terlahir sebagai anak sulung, namun kedua adik perempuannya juga mendapatkan pelampiasan dan kemarahan.
Dipihak ibu Linda pada saat anak perempuan telah menikah, ketika terjadi suatu masalah dengan suami seperti disiksa tidak akan dicampuri oleh pihak perempuan karena menganggap bahwa bukan lagi tanggung jawab pihak perempuan. Ketika Linda telah menikah, ia semakin memiliki trauma yang berat karena merasakan apa yang dirasakan oleh ibunya. Ia melahirkan anak pertama perempuan. Beberapa tahun ia melampiaskan kekesalannya kepada anak perempuannya tersebut.
Ia sebenarnya sadar bahwa yang ia lakukan adalah kesalahan, namun trauma yang mendalam membuatnya sulit untuk mengontrol diri. Linda mengikuti training yang diarahkan oleh suaminya melalui pembelajaran Mind Technology And Quantum Life Transformation oleh Dr. Adi W Gunawan. Dengan beberapa kali terapi. Linda merasakan perubahan yang luar biasa dan menyadari bahwa waktu yang ia miliki selama ini banyak terbuang sia-sia dengan hanya berfikir negatif dan tenggelam tentang kejadian masa lalu. Linda menyadari bahwa dengan hal tersebut, ia tumbuh menjadi wanita yang mandiri dan lebih berani dengan kerasnya kehidupan.
“ Setiap kejadian dalam hidup kita mempunyai makna dan arti yang berbeda. Kita harus memakai kacamata kita sendiri, untuk menemukan cahaya serta harapan dan mengubahnya menjadi sempurna”.
Selamat membaca sobat Pijar!