Hits: 26
Pijar, Medan. Mesin mirip pistol itu terlihat sangat intim dengan tangan yang menggenggamnya. Suaranya pun begitu halus saat tangan lihai itu menggurat kulit, melukis sebuah motif unik di atasnya. Pemilik tangan lihai itu adalah Hendri, seniman tato jalanan Medan. Memang banyak orang yang menawarkan jasa membuat tato di Jalan Gatot Subroto, tak jauh dari Plaza Medan Fair dan Medan Plaza di Jalan Iskandar Muda ini. Namun hanya Hendri yang buka pada malam hari.
Hendri membuka lapak tato jalanan emperan sebuah toko di samping Medan Plaza sejak lima tahun lalu. Pemuda warga Medan Teladan ini sudah mulai mengenal tato sejak belajar di SMP. Keahlian ini dia dapatkan secara otodidak dari temannya yang memang tattoo stylist. Hingga saat ini separuh badannya sudah penuh dengan berbagai motif tato. Mulai dari nama, hewan, bunga, hingga motif wajah perempuan.
Hendri membeli sendiri peralatan membuat tatonya, setelah menabung beberapa lama sambil ikut bekerja dengan temannya. Alat utamanya yaitu mesin coil, tinta bermerek Starbrite, dan salep tato bermerek Goo. Satu unit mesin paling sederhana berharga Rp 1,5 juta. Harga itu sudah termasuk kabel penghubung mesin (clipcord) dan pedal pengantar listrik. Sedangkan harga tintanya, sebotol kecil sekitar Rp 300 ribu setiap warna. Hendri sendiri menyediakan lima warna, yaitu merah, hijau, biru, hitam, dan emas.
Untuk membuat sebuah tato berukuran biasa, Hendri mengaku hanya membutuhkan waktu setengah sampai satu jam. Sedangkan untuk mentato pesanan khusus di bagian punggung atau dada bisa sampai tiga jam lebih. Kepada Pijar, Hendri menjelaskan langkah-langkah menato. Pertama, Hendri menggosok kulit pelanggannya dengan salep tato, untuk mengurangi nyeri. Selanjutnya, Hendri akan melukis gambar yang dipilih pada selembar kertas khusus, lantas ditempel pada kulit. Garis-garis gambar yang menempel di atas kulit diolesi lagi dengan minyak tato agar makin lekat. Garis-garis itulah yang kemudian dirajah dengan jarum yang diberi cairan tinta cina dengan bermacam warna. Kemudian, agar tidak menimbulkan infeksi, seniman tato biasanya mengoleskan alkohol. Hendri menyarankan tato tidak boleh terkena sabun selama seminggu.
Kata Hendri tarifnya bervariasi, mulai dari Rp 200.000 untuk ukuran kecil dan sedang, hingga satu jutaan untuk ukuran besar. Motif dan warna tidak menjadi masalah karena tarifnya sama. Pemuda lulusan SMA ini bekerja mulai jam 4 petang hingga jam 12 malam. Tidak jarang ia harus pulang pukul satu dini hari kalau banyak pelanggan. Walau demikian, Hendri merasa berkecukupan dan senang dengan profesinya sebagai seniman tato jalanan. “Bukan tattoo stylist ya Bang,” ujarnya tersenyum ramah.
Nyong, pemuda yang kebetulan sedang ditato mengatakan kalau ditato itu tidaklah sakit. “Seperti baru disuntik,” katanya. Pria yang hobi ngeband ini juga mengatakan kalau tato bisa menambah rasa percaya dirinya. “Biar lebih keren ajalah, bang. Kebetulan kami sering manggung juga. Saya kenal bang Hendri ini dari teman saya yang tatonya bagus,” ungkapnya seraya memperlihatkan tato bermotif naga di bagian atas punggungnya.
Memang tato dapat dimaknai berbeda-beda oleh setiap orang. Namun bagi Hendri, tato merupakan sebuah karya seni yang bernilai tinggi dan abadi. Bukan sebagai lambang kriminalitas. “Sekarang orang bertato bukan berarti orang jahat, bang. Kan malah banyak orang jahat gak bertato, rapi, dan tampan lagi, bang,” ungkap Hendri sambil mengosok punggung Nyong yang telah selesai ditato. [syd]
1 Comment
tikachu
waaaaawww…
AMAZING :D:D:D
keren,,
terus berkarya yaah 😀